BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita
dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara
tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan
ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan
tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat
perubahan - perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input
pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana perkembangan kebijakan
pembangunan ekonomi pada masa orde baru ?
2.
Bagaimana strategi kebijakan
pembangunan ekonomi pada masa orde baru ?
3.
Apa saja dampak dari kebijakan
pembangunan ekonomi masa orde baru ?
C. Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui perkembangan
kebijakan pembangunan ekonomi pada masa orde baru
2.
Untuk mengetahui strategi
kebijakan pembangunan ekonomi pada masa orde baru
3.
Untuk mengetahui dampak-dampak
dari kebijakan pembangunan ekonomi masa orde baru
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
kebijakan pembangunan ekonomi pada masa orde baru
Pemerintahan Presiden Soekarno pada era Orde Lama
dengan kebijakan – kebijakannya dianggap rakyat Indonesia sebagai
kepemimpinan yang kurang menyenangkan karena krisis ekonomi yang sering
melanda. Permasalahan ekonomi, seperti memburuknya neraca perdagangan dan merosotnya
devisa yang sebagian besar merupakan akibat dari defisit anggaran pemerintah
mendorong untuk dilaksanakan sebuah “gebrakan” baru untuk mengatasi masalah - masalah yang melilit rakyat Indonesia tersebut yang
disebabkan kebijakan Soekarno yaitu anti - bantuan asing dan blokade terhadap kreditor dan
investor modal asing di dalam negeri.
Kebijakan - kebijakan Soekarno pun tumbang karena banyak
masyarakat yang kecewa terhadap sosialisme ala Indonesia versi Soekarno.
Bersamaan dengan runtuhnya rezim Soekarno, hilanglah slogan “politik sebagai
panglima” yang dicanangkan oleh para pendukung rezim itu, dan muncullah slogan
baru “ekonomi sebagai panglima” yang diciptakan oleh para pembuat pendapat umum
yang sebelumnya ditindas oleh rezim tersebut (Mas’oed 1989). Pendapat umum
tersebut menekankan pada kebijakan pembangunan ekonomi oleh pimpinan Orde Baru.
Strategi ekonomi Orde baru berorientasi pada kemungkinan swasta untuk berperan
aktif dalam sistem ekonomi negara dan pemanfaatan modal asing. Sturuktur social - ekonomi secara radikal dan mengabaikan modal asing
yang dipegang teguh pada masa pemerintahan Soekarno tidak lagi diterapkan,
namun berubah haluan dengan mengangap ekonomi gaya kapitalis diperlukan demi
stabilisasi, rehabilitasi, dan pembangunan. Orde Baru berdiri sebagai tonggak
awal kebutuhan akan modal asing dan melonggarkan arus investasi dan kreditor
asing masuk dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dalam negeri.
Dalam tulisan Mochtar Mas’oed (1989) disebutkan
bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru dibuat dengan peraturan-peraturan dalam
rangka mengubah tata cara pengelolan ekonomi Indonesia. Peraturan-peraturan
tersebut antara lain kebijaksanaan fiskal yang mengatur pemotongan belanja pada
APBN, perbaikan pengumpulan pajak seperti bea masuk, pajak langsung, pajak
pembelian dan penjualan, penghapusan subsidi dan penyesuaian harga. Pada
kebijaksanaan moneter, diciptakan suatu kebijaksanaan pengetatan peredaran
uang, tabungan deposito untuk mengendalikan peningkatan inflasi, penanaman
modal asing, serta pengembalian perusahaan - perusahaan yang diambil alih oleh rezim sebelumnya.
Selain itu juga kebijakan peningkatan liberalisasi perdagangan luar negeri
serta debirokratisasi dan detatisasi. Dalam tulisan Anne Booth (1999, 121) juga
disebutkan bahwa secara historis, Orde Baru berdampak pada transformasi struktural
di Indonesia yang melibatkan beberapa jenis industralisasi, proses produk agrikultural dan sumber daya alam,
substitusi impor untuk pasar domestik, dan manufaktur ekspor labor-intensive.
Dari penjabaran di atas bisa diringkas bahwa ada
dua pendekatan dalam menstabilkan dan membangun ekonomi Indonesia pasca
kemerdekaan yang dilaksanakan pada dua era pemerintahan pemimpin yang berbeda.
Kedua pendekatan tersebut adalah “berorientasi ke luar”, yang berarti melakukan
stabilisasi dan pembangunan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan sumber - sumber luar negeri, sedangkan pendekatan
pengkitiknya yaitu “berorientasi ke dalam”, yang berarti stabilisasi dan
pembangunan ekonomi dengan memperkuat masyarakat bisnis pribumi, sedangkan
bantuan dan investasi asing dimanfaatkan dengan cara yang sangat hati - hati (Mas’oed 1989, 94 - 95).
Kendati kebijakan “berorientasi ke luar” yang
diterapkan pada era Orde Baru bisa dikatakan berhasil dengan indikasi
peningkatan pendapatan ekspor yang mampu mengimbangi deficit - defisit yang ada pada Orde Baru serta pencapaian
salah satu tujuan stabilisasi, yakni pengendalian inflasi dalam jangka pendek,
namun kebijakan ini juga berdampak negatif bagi sebagian rakyat Indonesia.
Masalah baru muncul, antara lain bertambahnya jumlah pengangguran dan setengah - pengangguran masalah kebangkrutan bisnis pribumi
terutama yang menjalankan industri skala menengah dan kecil akibat tak mampu
bersaing dengan produk impor yang gencar masuk ke dalam negeri, munculnya
pengusaha dukungan negara, serta muncul berbagai macam protes dan tekanan.
Ironis memang ketika terlihat berbagai pencapaian positif dari kebijakan
ekonomi yang “berorientasi ke luar” namun dalam waktu yang sama juga
menciptakan kondisi yang memprihatinkan bagi rakyat Indonesia sendiri. Namun
tak dapat dipungkiri bahwa dalam sistem ekonomi neoliberal dewasa ini memang
keterlibatan modal asing dalam perkembangan ekonomi Indonesia tetap dibutuhkan,
sehingga bisa diasumsikan bahwa orientasi yang efektif bagi Indonesia saat ini
adalah kebijakan ekonomi “berorientasi ke luar” meskipun tidak sepenuhnya
kebijakan tersebut membawa dampak positif.
Dalam perkembangan pembangunan ekonomi ke depannya,
yaitu pasca - reformasi, selain kebijakan “berorientasi ke luar”,
industrialisasi menjadi kebijakan lain yang harus dilaksanakan. Industrialisasi
adalah langkah awal untuk membawa perekonomian ke arah yang lebih maju.
Industrialisasi bertujuan memajukan sektor industri, sektor pertanian dan
bidang-bidang lainnya, termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, kebutuhan untuk memperbaiki infrastruktur dan pendidikan yang lebih
baik juga perlu menjadi prioritas untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Pada tahun 2020, Indonesia akan menjadi negara
berdaulat selama tujuh dekade, namun masih dipertimbangkan mengalami
ketertinggalan dari ekonomi yang telah maju di Eropa Barat, Amerika Utara, dan
Asia Timur Laut. Indonesia mungkin akan melebihi Malaysia atau Thailand atau
Singapura. Bahkan jika tujuan ambisius dari rencana perkembangan tersebut tercapai
(seperti yang terencanakan sebelum terjadi crash pada
1997-1998), Indonesia akan tetap menjadi seperti dalam standard World
Bank tahun 1977, yakni sebuah negara dengan pendapatan menengah ke
bawah (Booth 1999, 134). Oleh karena itu dibutuhkan strategi baru untuk
mendukung perkembangan pembangunan ekonomi Indonesia yang benar-benar relevan
dan sempurna dengan dampak negatif seminimal mungkin demi tercapainya
kesejahteraan rakyat dan kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan. Kebijakan
tersebut berupa perlawanan terhadap gaya Soeharto “crony capitalism” yang akan
mendorong proses reformasi ke arah pencapaian pasar yang lebih transparan,
efisien, dan impartial productive (Boesuk 1999, 166-167).
B. Strategi
kebijakan pembangunan ekonomi pada masa orde baru
1.
Mengembangkan
koridor pembangunan ekonomi Indonesia dengan cara membangun pusat-pusat
perekonomian di setiap pulau. Selain mengembangkan klaster industri berbasis
sumber-sumber superior. Baik komoditas maupun sektor. Koridor pembangunan
ekonomi Indonesia terbagi dalam empat tahap :
·
Mengindentifikasikan
pusat - pusat perekonomian, misalnya ibukota provinsi
·
Menentukan
kebutuhan pengubung antara pusat ekonomi tersebut, seperti trafik barang.
·
Validasi
untuk memastikan sejalan dengan pembangunan nasional, yakni pengaturan area
tempat tinggal dengan sistem infrastruktur serta fasilitas.
·
Menentukan
hubungan lokasi sektor fokus, guna menunjang fasilitas. Misalnya menghubungkan
area pertambangan dengan kawasan pemrosesnya.
2.
Memperkuat
hubungan nasional baik secara lokal maupun internasional. Hal ini bisa
mengurangi biaya transaksi, menciptakan sinergi antara pusat - pusat pertumbuhan dan menyadari perlunya akses - akses ke sejumlah layanan. Seperti intra dan inter - konektivitas antara pusat pertumbuhan serta pintu perdagangan
dan pariwisata internasional. Integrasi ekonomi merupakan hal terbaik untuk
mencapai keuntungan langsung dari konsentrasi produksi. Serta dalam jangka
panjang, meningkatkan standar kehidupan.
Saat ini, aktivitas ekonomi Indonesia terpusat di kota - kota, khususnya Jawa dan Sumatra. Fasilitas
transportasi yang bisa menyebabkan area industri tak menjangkau pelosok. Pada
jangka pendek, proyek-proyek yang perlu dibangun di Jawa adalah TransJawa,
TransJabodetabek, kereta jalur dua, Tanjung Priok. Pembangunan tersebut
diharapkan bisa berdampak langsung mengurangi kemiskinan di Jawa yang melebihi
20 juta jiwa, dua kali populasi miskin Sumatra yang sekitar tujuh juta jiwa.
Pembangunan infrastruktur di Jawa bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi.
3.
Mempercepat
kapabilitas teknologi dan ilmu pengetahuan nasional atau Iptek. Selain tiga
strategi utama ini, juga ada beberapa strategi pendukung seperti kebijakan
investasi, perdagangan dan finansial. Beberapa elemen utama di sektor Iptek
adalah meningkatkan kualitas pendidikan termasuk pendidikan kejuruan tinggi
serta pelatihannya. Meningkatkan level kompetensi teknologi dan sumber daya
ahli. Peningkatan aktivitas riset dan pengembangan, baik pemerintah maupun
swasta, dengan memberikan insentif serta menaikkan anggaran. Kemudian
mengembangkan sistem inovasi nasional, termasuk pembiayaannya. Saat ini,
masalah utama yang dihadapi adalah kemampuan riset dan pengembangan yang
digunakan untuk mencari solusi teknologi. Kemampuan pengguna untuk menyerap
teknologi yang ada. Serta transaksi antara riset dan pengembangan sebagai
pemasok solusi teknologi dengan penggunanya tak terbangun dengan baik.
C. Dampak
dari kebijakan pembangunan ekonomi masa orde baru
Dalam setiap
kebijakan pasti akan menimbulkan banyak dampak baik itu dampak positif maupun
dampak negative, begitu juga dengan kebijakan pembangunan ekonomi masa orde
baru yang mempunyai beberapa dampak diantaranya sebagai berikut :
Dampak Positif :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap
program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat
terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara
pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti
dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka
partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang
pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan
cinta produk dalam negeri
Pengangguran minimum
Dampak Negatif :
Ø Kenaikan
harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 %
setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang
telah direncanakan pemerintah.
Ø Perbedaan
ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam.
Ø Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Ø Menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Ø Pembagunan
yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Ø Pembangunan hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi,
dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Ø Meskipun
pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.
Ø Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian
nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
Ø Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
Ø Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
Ø Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada dua pendekatan dalam menstabilkan dan membangun
ekonomi Indonesia pasca kemerdekaan yang dilaksanakan pada dua era pemerintahan
pemimpin yang berbeda. Kedua pendekatan tersebut adalah “berorientasi ke luar”,
yang berarti melakukan stabilisasi dan pembangunan ekonomi Indonesia dengan
memanfaatkan sumber-sumber luar negeri, sedangkan pendekatan pengkitiknya
yaitu “berorientasi ke dalam”, yang berarti stabilisasi dan pembangunan ekonomi
dengan memperkuat masyarakat bisnis pribumi, sedangkan bantuan dan investasi
asing dimanfaatkan dengan cara yang sangat hati-hati.
Adapun
strategi kebijakan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan koridor pembangunan ekonomi Indonesia
dengan cara membangun pusat-pusat perekonomian di setiap pulau. Selain
mengembangkan klaster industri berbasis sumber-sumber superior. Baik komoditas
maupun sektor.
2.
Memperkuat
hubungan nasional baik secara lokal maupun internasional. Hal ini bisa
mengurangi biaya transaksi, menciptakan sinergi antara pusat-pusat pertumbuhan
dan menyadari perlunya akses-akses ke sejumlah layanan. Seperti intra dan
inter-konektivitas antara pusat pertumbuhan serta pintu perdagangan dan
pariwisata internasional.
3. Mempercepat kapabilitas teknologi dan ilmu
pengetahuan nasional atau Iptek. Selain tiga strategi utama ini, juga ada
beberapa strategi pendukung seperti kebijakan investasi, perdagangan dan
finansial.
Beberapa dampak dari kebijakan pembangunan ekonomi masa orde baru,
sebagai berikut :
Dampak Positif :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap
program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat
terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara
pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan
perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka
partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang
pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan
cinta produk dalam negeri
Pengangguran minimum
Dampak Negatif :
Ø Kenaikan
harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 %
setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang
telah direncanakan pemerintah.
Ø Perbedaan
ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam.
Ø Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Ø Menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Ø Pembagunan
yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Ø Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Ø Meskipun
pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.
Ø Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian
nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
Ø Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
Ø Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
B.
Saran
Sebagai warga Negara yang baik,
sebaiknya kita atau jika saya boleh mengatakan harus maka kita harus turut
mendukung serta ikut berpartisipasi dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah maka dari itu kepada pembaca sekalian alangkah
baiknya jika kita memberikan kritik atau saran kepada pemerintah untuk
menciptakan kebijakan-kebijakan yang lebih baik dari sebelumnya melalui
media-media yang telah disediakan.
Daftar Pustaka
Komentar